Cerita Si Bakir (bag III) - CARO AWAK SURANG

Cerita Si Bakir (bag III)

 Assalamu'alaikum wr wb. Jumpa lagi kita dalam postingan Cerita Si Bakir yang mana sekarang kita masuk di bagian yang ke III, tetapi sebelum nya penulis terlebih dahulu mendo'a kan semoga pembaca selalu pada sehat dan bahagia selalu, Aamiin...



Lalu pak Agustono meminta Si Bakir untuk menjawab pertanyaan dengan sungguh sungguh, "Kir... apakah kamu mau berubah jadi orang yang baik? Kalau kamu mau berubah nanti kamu akan saya kasih pekerjaan tetap di proyek ku asal kan kamu benar benar meninggalkan kebiasaan buruk mu itu. Kalau kamu mau kamu boleh pilih bekerja apa saja nanti seperti jadi buruh kasar atau kalau kamu bisa nyetir kamu juga bisa jadi sopir truk proyek'' kata pak Agustono. 


Kemudian Si Bakir menarik nafas dalam dalam dan seraya menjawab setelah lama terdiam, ''Pak.. terima kasih atas pengajaran yang telah bapak berikan kepada saya barusan. Semoga dan saya berjanji tidak akan mengulangi perbuatan jelek selama ini. Aku bersumpah pak, demi Allah saya akan mengamalkan nasehat bapak dan sekali lagi saya berterima kasih yang sebesar besar nya atas tawaran pekerja an yang bapak berikan dan Insya Allah besok saya akan datang ke kantor bapak untuk melamar pekerjaan''. Jawab Si Bakir dengan sungguh sungguh.


"Alhamdulillah Kir.. kamu mau berubah semoga janji mu dari hati kecil mu dan bukan cuma omongan di mulut saja'' kata pak Agustono kemudian. "Saya janji pak'' jawab Si Bakir. Lalu kemudian pak Agustono memberikan sedikit uang kepada Si Bakir dan Si Bakir pun mengucapkan terima kasih lalu memohon diri untuk pulang.


Jam setengah lima subuh Si Bakir sampai di rumah nya dan langsung mengambil sarung dan peci yang sudah lama tidak di sentuh nya, kemudian Si Bakir mengambil air wudhu untuk menunaikan sholat subuh. Habis sholat subuh Si Bakir memanjat kan do'a untuk bertobat kepada sang Khalik yang selama ini dilupakan oleh Si Bakir. 


Kira kira jam delapan datang Wartinah kakak nya Si Bakir dengan menggendong bayi menanyakan kemana ibu nya kok dari kemaren tidak ada di rumah. Si Bakir pun menceritakan perihal kepergian ibu nya yang tidak lain adalah karena ulah perangai Si Bakir yang tidak mau di nasehati. ''Itu lah Kir, dari dulu kamu sudah ku peringat kan dan ibu pun sudah berkali kali menasehati kamu, tetapi kamu itu yang tidak tahu di untung. Sekarang kamu lihat sendiri kan!.. kau cari lah tuh ibu dan entah bagaimana nasib nya sekarang" kata Wartinah. 


"Iya kak, aku menyesal dan mulai hari ini aku akan berubah dan aku tadi malam sudah bertobat dan tidak akan mengulangi kebiasaan an buruk ku lagi... oh ibu ma'af kan lah aku anak mu" seru Si Bakir penuh penyesalan sembari matanya berkaca kaca. Akan tetapi nasi sudah menjadi bubur dan sang ibu sudah pergi meninggalkan rumah. "Sudah lah Kir, sekarang kau cari tahu lah di mana keberadaan ibu sekarang. Sedangkan kakak mu ini tidak bisa pergi kemana mana karena anak kakak masih bayi" kata Wartinah.


Selang beberapa sa'at Si Bakir lagi mau mengambil baju nya di lemari, di dapat i nya sepucuk surat yang terlipat dan terselip di lipatan salah satu baju nya. Segera Si Bakir membuka dan membaca nya yang mana surat itu hanya bertulis kan dengan pensil dan tulisan nya pun sederhana. Mulai lah Si Bakir mem baca nya..


   Anak ku Bakir, 

Sembilan bulan sepuluh hari ibu mengandung mu nak. Lelah dan sakit yang ibu rasakan melahirkan mu hingga kamu lahir kedunia yang fana ini. Sejak dari rahim hingga ke ayunan ibu selalu menaruh harapan padamu. Letih lelah da sakit itu semua tidak pernah ibu mu mengeluh dan bahkan ibu siang dan malam terus berdo'a agar kamu menjadi anak yang berguna. Belum kamu berjalan namun ibu sudah menyiap kan sarung dan peci untuk mu. Belum kamu bisa berkata namun kitab suci Al qur'an sudah ibu sedia kan jauh jauh hari. Tetapi apa mau di kata harapan ibu ternyata sia sia. 

    Ketahui lah anak ku, mungkin dengan cara pergi meninggal kan rumah dan kamu ini jalan terakhir ibu menegur mu semiga kamu sadar artinya seorang ibu yang menyayangi mu dari kecil.

    Kepergian ibu tidak usah kamu cari nak. Percuma jika kelakuan mu hanya akan menambah derita ibu di sisa usia ini. Biar lah ibu pergi mencari ketentraman dan sampai kan juga pada kakak mu Wartinah..


Wassalam ibu mu.

Rumiyah...


Habis membaca surat itu Si Bakir pun menangis tersedu sedu yang mana kakak nya masih di serambi pun menghapiri Si Bakir adik nya yang masih bujangan itu dan merasa kasihan juga, kemudian Wartina pun membaca surat ibu nya.

Bersambung ke Cerita Si Bakir bag IV



SILAHKAN BERBAGI:





0 Komentar untuk "Cerita Si Bakir (bag III)"

Pesan Admin tentang tanggung jawab konten:
=================================
Biasakan membaca Persyaratan layanan, Kebijakan Privacy dan Disclaimer yang kami sediakan link nya di atas JUDUL blog ini bagi pengguna desktop sebelum menggunakan Konten yang ada didalam blog ini baik itu kode script/widget atau pun tips2 dan tutorial lainnya.

Tentang Komentar:
Demi perkembangan, Silah kan ditinggalkan komentar, baik itu bentuk kritik atau saran yang berhubungan dengan isi postingan.
Setiap komentar yang sesuai* akan di terbit kan segera.

Tidak dibenarkan meninggalkan link hidup didalam kolam komentar dalam bentuk apapun, karena yang demikian akan di anggap sebagai SPAM.

*) Selalu memakai bahasa yang sopan dan tidak melanggar etika.
Berkomentarlah yang berkaitan dengan tema postingan.
Tidak dibenarkan beriklan.

Back To Top