Salam, Sekarang kita masuk pada Cerita Rambun Pamenan Bagian V yang kemarae terputus di tengah perjalanan Rambun Pamenan meninggalkan kediaman Inyiak Peladang yang kita certakan dalam postingan sebelum ini dengan judul Cerita Rambun Pamenan Bagian IV. Oh iya bagi sobat yang blum membacanya silahkan memulai dari Cerita Rambun Pamenan Bagian I nya.
Berlanjut kita ke kabar Rambun Pamenan yang melanjutkan perjalanannya menuju Ranah Camin Taruih yang dipandu oleh Si Alang Bangkeh yang selalu setia menemani perjalanannya. Kembali menuruni lembah, menyusuri pinggiran tebing, melewati rawa-rawa di hutan Bukit Sebelah yang terkenal angker dan banyak binatang buasnya.
Bukan hanya itu, Konon ceritanya Bukit Sebelah masa itu juga sebagai tempat sarang penyamun yang selalu mengahadang siapa saja yang melewati jalan setapak di hutan itu, baik yang pergi keperantauan apalagi yang pulang dari perantauan sudah lah pasti jadi incaran utama sang penyamun.
Belum beberapa jauh perjalanan, tiba-tiba suara Si Alang Bangkeh meringkik memberikan pertanda bahaya kepada sahabat nya yaitu Rambun Pamenan. Dengan waspada, Rambun Pamenan mengawasi pandangan kekanan dan kiri, sembari melanjutkan langkah nya. Tidak beberapa sa'at kemudia dia di cegat oleh tiga orang penyamun mencegatnya. Salah seorang diantara mereka bertubuh kekar dan bermata juling mencengkeram tengkuk Rambun Pamenan dan menjinjing nya.
"Hahahahaa,.. mau kemana kau bocah orok? tanya salah seorang penyamun tersebut. "Saya mau ke Camin Taruih pak" jawab Rambun Pamenan dengan santai dan tiada rasa takut. "Kau dengar tidak, barang siapa yang lewat disini jika tidak membawa uang akan kami bunuh!. Jika punya uang dan harta benda akan kami sikat!" kata penyamun tersebut. Kemudian Rambun Pamenan balik bertanya, "Memang bapak tidak ada kerjaan yang lebih halal? sehingga mencari uang dengan cara begini?". Terlihat si penyamun semakin berang merasa di nasehati anak kecil. "Haaahh.. tau apa kau bocah tengik.. pakai ngajar-ngajar saya lagi. Haah" Penyamun pun membantingkan tubuh Rambun Pamenan ke tanah.
Sedikit Rambun Pamenan meringis kesakitan, lalu bangkit lagi, Tiba-tiba datang bisikan dihatinya dari sang Inyiak Peladang, "Kau tunggu apa lagi cucuku?. Kau gunakan lah tongkat Manau Sungsang mu itu," bisiknya.
Tepat pada sa'at sang pennyamun melayangkan kaki nya mau menendang Rambun Pamenen, dengan cekatan Rambun mengelak dan menebaskan tonkat Manau Sungsang nya tepat di rusuk sang penyamun tersebut. Seketika sang penyamun roboh tidak berdaya seraya minta ampun ketiganya kepada Rambun Pamenan karena melihat bekas sabetan tongkat Rambun Pamenan membuat ketua sang penyamun tersebut lebam dan terbakar. Lalu mereka berjanji tidak akan menyamun lagi.
Kembali Rmbun Pamenan melanjutkan perjalanannya karena sang Bunda seakan-akan sudah dekat juga. Rasa rindu akan belai kasih sayang Bunda serasa ingin dia rasakan lagi setelah sejak masih bayi ditinggal sang Bunda.
Serentang dua rentang perjalanan ditempuhnya sendiri menyusuri hutan belantara dan tidak seorang pun dia berpapasan dengan orang yang lewat disitu. Sudah dua hari dalam perjalanan meninggalkan kediaman Inyiak Peladang yang tidak akan pernah dia lupakan jasanya nanti. Kini sampai lah dia pada sebuah tebing batu di sebuah kaki bukit yang menjulang tinggi serta di tumbuhi pohon pohon pakis liar. Ter lihat akar-akaran menjalar dn meliliti pokok-pokok di tebing batu tersebut.
Puas mengamati tebung bebatuan tersebut sambil melepaskan lelah tiba-tiba matanya melihat sesosok makhluk yang bertubuh panjang bersisik dan licin membentang dari tebing ke sebuah pohon yang besar. Badan ular naga rupanya, bisiknya dalam hati. Terlihat ular tersebut cukup besar dan kepalanya sedang mengintai sebuah sarang burung di atas pohon kayu tersebut.
Kedengaran anak-anak burung tersebut meminta tolong dan ketakutan. Diam-diam Rambun Pamenan mendekati dan mengedapendap di belakang sang ular tersebut. Tanpa berpikir panjang lagi Rambun Pamenan segera mengibaskan tongkat Manau Sungsang nya ke tepat pada pinggang ular besar itu. Dari ketinggia ular tersebut jatuh dengan badan setengah gosong dan menggelepar-gelepar di kaki tebing batu tersebut dan akhirnya ular itu pun mati.
Sejenak Rambun Pamenan terdiam melihat sang ular raksasa tersebut mati, lalu dia teringat dan merasa penasaran tentng apa yang sedang di intai ular diatas pohon tersebut. Dia melihat ada sebuah sarang burung seukuran kubangan kerbau terlihat jelas dari pinggang tebing tempat Rambun Pamenan berdiri. Dia lihat tiga ekor anak burung rajawali yang masih bayi, tapi badannya sebesar kambing yang sudah dewasa. Lalu anak burung itu berbicara kepada Rambun Pamenan mengucapkan rasa terima kasih. Rambun Pamenan pun mengangguk membalasnya.
Tidak lama antaranya kedengaran riuhan menderu di udara. Dan dedaunan seperti meliuk ditiup angin sa'at itu. Rupanya sang induk dari anak burung tersebut datang dan hinggap di dahan kau tepat didepan Rambun Pamenan berada. "Nah ini rupanya yang paling cocok buat santapan anak-anakku" kata induk burung rajawali raksasa tersebut tatkala melihat seorang anak kecil berada didekat sarang nya.
"Jangan bunda.!" seru anak burung itu dari sarangnya, "bunda lihat tidak? seekor naga yang mati dibunuh orang ini?, Kalau bukan karena dia sudah habis kami dimangsa ular itu tadi," Lalu induk rajawali itu pun meminta ma'af kepada Rambun Pamenan dan mengucapkan terima kasih.
Ada apa tuan sampai datang di hutan lebat begini? tanya induk burung rajawali tersebut. "Dengar lah wahai rajawali, aku ini sedang dalam perjalanan menuju Camin Taruih membebaskan ibu ku yang di ditawan oleh Rajo Angek Garan jawab Rambun Pamenan". Kemudian burung rajawali raksasa itu pun menganggu-angguk mendengar penuturan Rambun Pamenan. "Sekarang naiklah ke pundak ku, biar akan ku antarkan kamu ke Ranah Camin Taruih untuk membalas kebaikan Tuan yang telah menyelamatkan anak-anakku" kata induk burung rajawali raksasa itu.
Rambun Pamenan pun membalas dengan ucapan terima kasih atas tawaran induk burung rajawali itu dan segera menaikki pundak burung besar itu.....
(Bersambung....)
Berlanjut kita ke kabar Rambun Pamenan yang melanjutkan perjalanannya menuju Ranah Camin Taruih yang dipandu oleh Si Alang Bangkeh yang selalu setia menemani perjalanannya. Kembali menuruni lembah, menyusuri pinggiran tebing, melewati rawa-rawa di hutan Bukit Sebelah yang terkenal angker dan banyak binatang buasnya.
Bukan hanya itu, Konon ceritanya Bukit Sebelah masa itu juga sebagai tempat sarang penyamun yang selalu mengahadang siapa saja yang melewati jalan setapak di hutan itu, baik yang pergi keperantauan apalagi yang pulang dari perantauan sudah lah pasti jadi incaran utama sang penyamun.
Belum beberapa jauh perjalanan, tiba-tiba suara Si Alang Bangkeh meringkik memberikan pertanda bahaya kepada sahabat nya yaitu Rambun Pamenan. Dengan waspada, Rambun Pamenan mengawasi pandangan kekanan dan kiri, sembari melanjutkan langkah nya. Tidak beberapa sa'at kemudia dia di cegat oleh tiga orang penyamun mencegatnya. Salah seorang diantara mereka bertubuh kekar dan bermata juling mencengkeram tengkuk Rambun Pamenan dan menjinjing nya.
"Hahahahaa,.. mau kemana kau bocah orok? tanya salah seorang penyamun tersebut. "Saya mau ke Camin Taruih pak" jawab Rambun Pamenan dengan santai dan tiada rasa takut. "Kau dengar tidak, barang siapa yang lewat disini jika tidak membawa uang akan kami bunuh!. Jika punya uang dan harta benda akan kami sikat!" kata penyamun tersebut. Kemudian Rambun Pamenan balik bertanya, "Memang bapak tidak ada kerjaan yang lebih halal? sehingga mencari uang dengan cara begini?". Terlihat si penyamun semakin berang merasa di nasehati anak kecil. "Haaahh.. tau apa kau bocah tengik.. pakai ngajar-ngajar saya lagi. Haah" Penyamun pun membantingkan tubuh Rambun Pamenan ke tanah.
Sedikit Rambun Pamenan meringis kesakitan, lalu bangkit lagi, Tiba-tiba datang bisikan dihatinya dari sang Inyiak Peladang, "Kau tunggu apa lagi cucuku?. Kau gunakan lah tongkat Manau Sungsang mu itu," bisiknya.
Tepat pada sa'at sang pennyamun melayangkan kaki nya mau menendang Rambun Pamenen, dengan cekatan Rambun mengelak dan menebaskan tonkat Manau Sungsang nya tepat di rusuk sang penyamun tersebut. Seketika sang penyamun roboh tidak berdaya seraya minta ampun ketiganya kepada Rambun Pamenan karena melihat bekas sabetan tongkat Rambun Pamenan membuat ketua sang penyamun tersebut lebam dan terbakar. Lalu mereka berjanji tidak akan menyamun lagi.
Kembali Rmbun Pamenan melanjutkan perjalanannya karena sang Bunda seakan-akan sudah dekat juga. Rasa rindu akan belai kasih sayang Bunda serasa ingin dia rasakan lagi setelah sejak masih bayi ditinggal sang Bunda.
Serentang dua rentang perjalanan ditempuhnya sendiri menyusuri hutan belantara dan tidak seorang pun dia berpapasan dengan orang yang lewat disitu. Sudah dua hari dalam perjalanan meninggalkan kediaman Inyiak Peladang yang tidak akan pernah dia lupakan jasanya nanti. Kini sampai lah dia pada sebuah tebing batu di sebuah kaki bukit yang menjulang tinggi serta di tumbuhi pohon pohon pakis liar. Ter lihat akar-akaran menjalar dn meliliti pokok-pokok di tebing batu tersebut.
Puas mengamati tebung bebatuan tersebut sambil melepaskan lelah tiba-tiba matanya melihat sesosok makhluk yang bertubuh panjang bersisik dan licin membentang dari tebing ke sebuah pohon yang besar. Badan ular naga rupanya, bisiknya dalam hati. Terlihat ular tersebut cukup besar dan kepalanya sedang mengintai sebuah sarang burung di atas pohon kayu tersebut.
Kedengaran anak-anak burung tersebut meminta tolong dan ketakutan. Diam-diam Rambun Pamenan mendekati dan mengedapendap di belakang sang ular tersebut. Tanpa berpikir panjang lagi Rambun Pamenan segera mengibaskan tongkat Manau Sungsang nya ke tepat pada pinggang ular besar itu. Dari ketinggia ular tersebut jatuh dengan badan setengah gosong dan menggelepar-gelepar di kaki tebing batu tersebut dan akhirnya ular itu pun mati.
Sejenak Rambun Pamenan terdiam melihat sang ular raksasa tersebut mati, lalu dia teringat dan merasa penasaran tentng apa yang sedang di intai ular diatas pohon tersebut. Dia melihat ada sebuah sarang burung seukuran kubangan kerbau terlihat jelas dari pinggang tebing tempat Rambun Pamenan berdiri. Dia lihat tiga ekor anak burung rajawali yang masih bayi, tapi badannya sebesar kambing yang sudah dewasa. Lalu anak burung itu berbicara kepada Rambun Pamenan mengucapkan rasa terima kasih. Rambun Pamenan pun mengangguk membalasnya.
Tidak lama antaranya kedengaran riuhan menderu di udara. Dan dedaunan seperti meliuk ditiup angin sa'at itu. Rupanya sang induk dari anak burung tersebut datang dan hinggap di dahan kau tepat didepan Rambun Pamenan berada. "Nah ini rupanya yang paling cocok buat santapan anak-anakku" kata induk burung rajawali raksasa tersebut tatkala melihat seorang anak kecil berada didekat sarang nya.
"Jangan bunda.!" seru anak burung itu dari sarangnya, "bunda lihat tidak? seekor naga yang mati dibunuh orang ini?, Kalau bukan karena dia sudah habis kami dimangsa ular itu tadi," Lalu induk rajawali itu pun meminta ma'af kepada Rambun Pamenan dan mengucapkan terima kasih.
Ada apa tuan sampai datang di hutan lebat begini? tanya induk burung rajawali tersebut. "Dengar lah wahai rajawali, aku ini sedang dalam perjalanan menuju Camin Taruih membebaskan ibu ku yang di ditawan oleh Rajo Angek Garan jawab Rambun Pamenan". Kemudian burung rajawali raksasa itu pun menganggu-angguk mendengar penuturan Rambun Pamenan. "Sekarang naiklah ke pundak ku, biar akan ku antarkan kamu ke Ranah Camin Taruih untuk membalas kebaikan Tuan yang telah menyelamatkan anak-anakku" kata induk burung rajawali raksasa itu.
Rambun Pamenan pun membalas dengan ucapan terima kasih atas tawaran induk burung rajawali itu dan segera menaikki pundak burung besar itu.....
(Bersambung....)
SILAHKAN BERBAGI:
Tag :
Cerita Serial
1 Komentar untuk "Cerita Rambun Pamenan Bagian V"
Sarah,.. hehe.. terma kasih udah baca... jgn lupa bacanya dari episod 1 yaa..
Pesan Admin tentang tanggung jawab konten:
=================================
Biasakan membaca Persyaratan layanan, Kebijakan Privacy dan Disclaimer yang kami sediakan link nya di atas JUDUL blog ini bagi pengguna desktop sebelum menggunakan Konten yang ada didalam blog ini baik itu kode script/widget atau pun tips2 dan tutorial lainnya.
Tentang Komentar:
Demi perkembangan, Silah kan ditinggalkan komentar, baik itu bentuk kritik atau saran yang berhubungan dengan isi postingan.
Setiap komentar yang sesuai* akan di terbit kan segera.
Tidak dibenarkan meninggalkan link hidup didalam kolam komentar dalam bentuk apapun, karena yang demikian akan di anggap sebagai SPAM.
*) Selalu memakai bahasa yang sopan dan tidak melanggar etika.
Berkomentarlah yang berkaitan dengan tema postingan.
Tidak dibenarkan beriklan.