Salam, untuk pembaca blogger yang budiman. Kembali disini menulis postingan yang berkategori Cerita Inspirasi dengan judul Cerita Pak Mapas yang mana cerita ini akan mengisahkan tentang akibat tidak menghargai hal-hal kecil, sehingga kerap menemui kegagalan dan kesulitan untuk menuai hasil dari setiap yang di usahakan. Semoga saja cerita ini sedikit menyiratkan kepada kita untuk membiasakan menghargai serta mensyukuri penghasilan yang sedikit tetapi barokah. Kemudian cerita ini juga bisa mengingatkan kita agar tidak takabur.
Adapun cerita ini adalah penulis kutip dari buku cerita semasa penulis masih duduk di bangku Sekolah Dasar dahulu. Mungkin diantara pembaca disini ada yang pernah membaca cerita ini atau mungkin juga banyak yang belum. Tanpa berlama-lama kita mulai dari cerita yang pertama dibawah ini.
Pak Mapas Memancing Ikan.
Suatu hari Minggu pak Mapas pergi memancing kesebuah sungai atau kali yang tidak jauh dari desa tempat tinggalnya. Sebelum berangkat terlebih dahulu beliau menyuruh istrinya dirumah agar bersiap-siap menyediakan bumbu dan santan untuk memasak gulai ikan yang akan dipancingnya disungai nanti. Ya pak Mapas bukan lah bernama Mapas jika beliau tidak takabur.
Sesampai dipinggir kali beliau mencari sebatang pokok kayu yang rindang agar memancingnya lebih santai. Umpan dipasang pada kail, lalu dilempar ketengah sungai sambil menyulut rokoknya. Dalam hati dia menyeru, "Keluar lah, wahai seisi sungai untuk aku masak nanti dirumah" gumamnya sendiri.
Tidak beberapa berselang, pelampung pancing pak Mapas pun bergetar di permukaan air kali, dengan perlahan lahan diangkatlah pancing nya. Rupanya seekor ikan seukuran jari kelingking kena pancing lalu pak Mapas melepas mata pancing dari mulut ikan tersebut, kemudian ikan beliau lepas lagi ke kali. "Hmm belum waktunya kau aku santap" katanya sambil melempar ikan kecil tersebut kembali ketengah kali.
Lalu pak Mapas kembali melemparkan pancingnya ke tengah kali. Begitu pancing diangkat masih saja ikan yang kecil yang dapat, begitu lah terus menerus beliau melepaskan lagi ikannya ke kali. Kalau dihitung, barangkali sudah lima puluh ekor ikan kecil yang kena pancing oleh pak Mapas namun ikan-ikan tersebut selalu di lepas lagi.
Waktu pun beranjak tengah hari dan pak Mapas membuka bungkus nasinya untuk makan siang karena perutnya sudah terasa lapar. Sejak pagi beliau memancing tidak satu pun ikan besar yang beliau harapkan mendekati umpan pancingnya. Namun pak Mapas belum putus asa dan terus melanjutkan memancingnya setelah makan siang.
Matahari berangsur condong ke barat namun tidak seekor ikan pun sekarang mau mencicipi umpan di mata pancing pak Mapas. Mungkin saja ikan-ikan sedang istirahat agaknya. Timbullah penyesalan dalam hatinya, mengapa dari tadi ikan kecil-kecil selalu dibuang dan tidak dikumpulkan? Seandainya dia kumpulkan mungkin sudah penuh kantongnya oleh ikan yang dilepasnya kembali kedalam kali.
Setelah sore pak Mapas pun pulang dengan tangan hampa tanpa membawa seekor ikan pun. Dari pada pulang tidak membawa ikan, pak Mapas memutuskan untuk mampir ke warungnya tukang jual ikan dan membeli dua ekor ikan seukuran telapak tangan untuk dimasak oleh istrinya dirumah.
Begitu sampai dirumah pak Mapas pun menceritakan apes nya pergi memancing kepada istrinya. Lalu istrinya menjawab, "Itu lah bapak terlalu serakah dan terlalu mapas kepada yang kecil-kecil".
Pak Mapas Bejualan Kelapa.
Pak Mapas memang terbilang orang yang giat mencari uang seperti berjualan keliling apa saja yang penting laku. Beliau selalu menggunakan setiap peluang yang ada untuk berjualan seperti, ayam kampung, sayur-sayuran, buah-buahan dan sebagainya. Namanya pedagang musiman, jadi apa saja yang lagi musim beliau berjualan barang yang lagi musimnya itu seperti musim durian beliau berjualan durian kepasar-pasar dan begitu juga dimusim rambutan, duku dan sebagainya.
Namun kali ini dia berjualan kelapa lantaran mendengar ceritanya di kota lagi mahal kelapa. Setelah mengumpulkan kelapa dari kampung-kampung, lalu beliau bawa kelapa tersebut ke kota dengan menumpangkan dagangannya ke mobil angkot.
Sesampai di pasar kota beliau pun mengelar kelapanya untuk dijual sambil menunggu pembeli datang. Pagi itu masih sepi pembeli dan pak Mapas mencari warung untuk minum kopi. Dan setelah masuk kewarung kopi beliau memesan segelas kopi hangat dan duduk disamping seseorang yang kelihatn menyandang sebuah tas kecil di lengannya. "Mari mas" kata pak Mapas berbasa basi kepada orang tersebut. "Ayo lanjut pak" sahut orang itu.
"Bawa apa pak?" tanya orang itu kepada pak Mapas. "Biasa,.. kelapa mas" jawab pak Mapas seraya menyedu kopi nya. "Oh, kebetulan nih pak, kita lagi mau beli kelapa untuk dibawa ke Jakarta," lanjut orang tersebut yang rupanya pedagang kelapa juga untuk di transfer kekota besar. Kemudian pedagang tersebut menawar kelapa pak Mapas agar mau menjual kepadanya. "Buat saya saja lah itu kelapa bapak ya pak?" pintanya.
"Berapa mau beli?" tanya pak Mapas. "Rp2000 saja lah pak," kata pedagang itu. "Ah masa segitu?" kata pak Mapas. "Iya pak, Nanti di Jakarta paling untung nya Rp200 sampai Rp500 saja buat keluar onkosnya pak," jawab pedagang itu. Padahal dikampung pak Mapas membeli kelapa tersebut cuman Rp500 perbuah.
"Rp2500 saja lah" kata pak Mapas lagi kepada pedagang tersebut. "Gak kuat pak" jawab pedagang tersebut. "Kalau begitu ya sudah, biar lah saya tunggu dulu saja pembeli disini" kata pak Mapas lagi.
Lalu pak Mapas kembali ke onggok kelapanya dan sudah datang dua, tiga orang yang datang membeli namun semua yang menawar berlalu begitu saja karena merasa kelapa pak Mapas terlalu mahal.
Sudah jam sepuluh namun kelapa pak Mapas hanya laku dua biji saja sejak pagi, mana yang dagang kelapa membludak lagi. Pedagang kelapa lainnya pun menyorakkan kelapanya dengan saling membanting harga sampai Rp1000 dan kalau yang kecil mereka jual hanya Rp800 saja.
Sampai tengah hari harga kelapa makin murah dan sebagian pedagang kelapa ada yang memuat kelapanya kembali ke truk untuk dibawa kekota lainnya. Sedang kan kelapa pak Mapas tidak berubah tumpukkan nya. Maka mulai timbul lagi penyesalan dalam hati pak Mapas karena tidak mau menjual kelapanya kepada pedagang yang menawar kelapanya tadi pagi.
Hari pun beranjak petang, pak Mapas mulai risau akan dagangannya yang belum laku sepertiga pun. Akhir nya beliau temui pedagang kelapa parut dipasar tersebut dan pak Mapas pun menjual kelapanya kepada tukang parut Rp800 yan besar dan Rp600 yang kecil, itu pun uang nya dibayar separoh dan sisanya menunggu kelapanya laku.
Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, pak Mapas pun duduk di emperan terminal untuk menunggu mobil angkot pulang kekampung. Ada sabuah mobil angkot yang sudah terisi penuh dan mau berangkat. Lalu sopir angkot tersebut memanggil pak Mapas, "Ayo pak, mau pulang kan?" Dan pak Mapas melihat mobilnya sudah penuh, lalu pak Mapas menjawab "Tapi mobil kamu sudah sesak nih, gimana saya mau duduk?" pak Mapas pun kembali duduk di emperan.
"Berdiri saja sebentar pak, cuman sampai di pinggiran kota, ntar bapak bisa duduk setelah sebagian penumpang ini turun," kata sopir angkot tersebut. "Ah, saya tidak tahan berdiri" kata pak Mapas. "Ayo lah pak, nanti mobil tidak ada lagi yan narik" kata sopir angkot lagi. "Tidak ah, kalau berdiri saya tidak bisa" jawab pak Mapas. Akhirnya mobil itu pun berangkat.
Sampai azan Magrib pak Mapas menunggu mobil angkot namun tidak satu pun mobil angkot yang menuju kekampungnya. Yang ada hanya mobil angkot diseputar kota itu saja. Kemudian pak Mapas pun memutuskan untuk berjalan kaki sejauh 20 Kilo Meter ke kampungnya malam itu. Sambil menyandang karung yang berisi sedikit barang belanjaan pak Mapas seorang diri menyusuri jalanan dengan tertatih-tatih kelelahan.
Ditengah perjalanannya di malam buta itu kebetulan bertemu dengan sebuah pedati yang ditarik oleh sapi jantan dan diterangi oleh sebuah lampu teplok. Pedati tersebut keluar dari sebuah persimpangan jalan dan arah nya pun menuju ke jalan yang pak Mapas tuju. "Nah kebetulan nih ada tumpangan" bisik pak Mapas dalam hati. Setelah dekat, rupanya pedati pak Hasan yang baru pulang dari sawah nya mengantar pupuk untuk padinya.
"Wah pak Mapas? dari mana malam-malam begini pak?" tanya pak Hasan dari atas pedatinya. "Barusan dari kota, numpang lah saya dikit ke rumah di pedati pak Hasan," jawab pak Mapas. "Oh, silahkan pak," jawab pak Hasan dengan senang hati. Kemudian pak Hasan kembali menyeru sapi jantan nya dengan berkata,"Huss". Dengan terkantuk-kantuk pak Mapas membungkus tubuh dengan sarung lusuhnya menahan dingin nya malam di perjalanan pulang dari kota habis berdagang kelapa.
Sampai dirumah jam sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari dan pak Mapas pun melepas lelah dan kekecewaan nya atas kesialan menimpanya hari itu ulah keteledorannya.
Dari Cerita Pak Mapas di atas kita bisa menarik hikmah nya agar kita selalu menghargai apa yang kita peroleh walau sekecil apa pun dan jangan lah kita bersifat takabur seperti pak Mapas tersebut.
Cukup sampai disini ceritanya, semoga bisa jadi inspirasi buat kita bersama. Terima kasih atas perhatian pembaca disini dan mohon ma'af atas kekurangan serta mohon ma'af juga jika ada kesamaan nama dalam cerita di atas dengan pembaca disini karena cerita tersebut mungkin hanya fiktif belaka.
Wassalam.
SILAHKAN BERBAGI:
Tag :
Cerita Inspirasi
0 Komentar untuk "Cerita Pak Mapas"
Pesan Admin tentang tanggung jawab konten:
=================================
Biasakan membaca Persyaratan layanan, Kebijakan Privacy dan Disclaimer yang kami sediakan link nya di atas JUDUL blog ini bagi pengguna desktop sebelum menggunakan Konten yang ada didalam blog ini baik itu kode script/widget atau pun tips2 dan tutorial lainnya.
Tentang Komentar:
Demi perkembangan, Silah kan ditinggalkan komentar, baik itu bentuk kritik atau saran yang berhubungan dengan isi postingan.
Setiap komentar yang sesuai* akan di terbit kan segera.
Tidak dibenarkan meninggalkan link hidup didalam kolam komentar dalam bentuk apapun, karena yang demikian akan di anggap sebagai SPAM.
*) Selalu memakai bahasa yang sopan dan tidak melanggar etika.
Berkomentarlah yang berkaitan dengan tema postingan.
Tidak dibenarkan beriklan.